googlef07c5479d9b2a839.html Kang Rendy: 2010

Jumat, 10 Desember 2010

Meningkatkan Performa Komputer Dalam Bermain Game

Iobit Game Booster 2.0 Premium Full Crack

 Game Booster 2.0Akhir-akhir ini inbox request saya di penuhi oleh sobat blogger yang request aplikasi Iobit Game Booster 2.0 premium. Hari ini sepertinya hari bahagia buat sobat blogger yang sudah request Iobit Game Booster 2.0 Premium. Buat yang sudah request game booster, silahkan di cek,,

Iobit Game Booster 2.0 premium merupakan aplikasi yang memang di rancang untuk dapat meningkatkan performa komputer kita dalam bermain game.Dengan menggunakan game booster sobat blogger tidak perlu setting ini itu untuk mendapatkan performa yang baik dalam bermain game. Sobat blogger hanya perlu klik, dan rasakan sendiri perbedaan nya.
Game Booster 2.0 Premium
Compatible with PunkBuster, Cheating-Death, VAC, and any other anti-cheat software, Game Booster makes it simpler to enjoy the latest games and take your experience to a new level. All systems go!

Features :
  • 1-Click Boosting Game Performance Enhanced
  • Create Your Own Game Box New!
  • Install Latest Drivers New!
  • Get Useful Tools New!
  • Defragments Game Files Enhanced
  • Tweak System for Top PC Performance New!
  • Fine Tune-up Game Settings New!
  • Intuitive and Vibrant Interface New!
Support Windows :
Windows 7, Vista, XP and 2000
Game Booster 2.0
Untuk proses aktivasi, disini saya menyediakan dua pilihan yang dapat sobat blogger gunakan, yaitu menggunakan crack atau serial number. Dua cara ini sudah saya uji coba, dan hasil nya 100% worked..!!


Password : www.remo-xp.com
Sumber: http://www.remo-xp.com/2010/11/iobit-game-booster-20-premium-full.html

Jumat, 12 November 2010

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN OLAHRAGA PRESTASI

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN OLAHRAGA PRESTASI

Olahraga prestasi adalah olahraga yang membina dan mengembangkan olahragawan secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi olahraga (UU RI Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab I pasal 1). Olahraga prestasi dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan potensi olahragawan dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat bangsa yang dilakukan setiap orang yang memiliki bakat, kemampuan, dan potensi untuk mencapai prestasi (UU RI Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab VI pasal 20).
Pembinaan dan pengembangan keolahragaan meliputi pengolahraga, ketenagaan, pengorganisasian, pendanaan, metode, prasarana dan sarana, serta penghargaan keolahragaan yang dilaksanakan melalui tahap pengenalan olahraga, pemantauan, pemanduan, serta pengembangan bakat dan peningkatan prestasi (UU RI Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab VII pasal 21 ayat 2 dan 3). Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi dilaksanakan dan diarahkan untuk mencapai prestasi olahraga pada tingkat daerah, nasional, dan internasional yang dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga tingkat pusat maupun pada tingkat daerah (UU RI Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab VII pasal 27 pasal 1 dan 2).
Menurut Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia
(Kemenegpora RI) (2006: 18):
Prestasi bisa tercapai, apabila memenuhi beberapa komponen seperti: atlet potensial, selanjutnya dibina dan diarahkan oleh sang pelatih. Untuk memenuhi sarana dan prasarana latihan dan kebutuhan kesejahteraan pelatih dan atlet perlu perhatian dari pembina/pengurus induk cabang olahraga. Untuk melihat dan mengevaluasi hasil pembinaan, perlu memberikan uji coba dengan melakukan kompetisi dan try out baik di dalam negeri maupun di luar negeri dengan tujuan mengukur kemampuan bertanding/berlomba dan kematangan sebagai pembentukan teknik, fisik, dan mental bertanding. Tetapi perlu diingat bahwa aktivitas komponen-komponen di atas bisa berjalan apabila ditunjang oleh pendanaan yang profesional serta penggunaannya harus dengan penuh tanggung jawab.
1.    Pengolahraga
Pengolahraga adalah orang yang berolahraga dalam usaha mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial (UU RI Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab I pasal 1 ayat 6). Pengolahraga yang mengikuti pelatihan secara teratur dan kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk mencapai prestasi disebut sebagai olahragawan (atlet). Atlet adalah orang yang menjadi objek/sasaran dalam kegiatan pelatihan pada cabang olahraga yang ditekuni (Widijoto, 2007).
2.    Tenaga Keolahragaan
Tenaga keolahragaan adalah setiap orang yang memiliki kualifikasi dan sertifikat kompetensi dalam bidang olahraga (UU RI Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab I pasal 1 ayat 9), yang di dalamnya terdapat pelatih, wasit, guru, manajer, instruktur dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya (Kemenegpora RI, 2006: 13).
Pelatih adalah tokoh sentral dalam proses pelatihan olahraga. Pelatih adalah orang yang memberi bimbingan/tuntunan kepada atlet agar dapat dicapai prestasi olahraga yang optimal (Widijoto, 2007). Pelatih adalah seorang yang profesional yang bertugas membantu, membimbing, membina, dan mengarahkan atlet terpilih berbakat untuk merealisasi prestasi maksimal dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (KONI tentang Proyek garuda Emas, 1998: B-16). Pelatih adalah orang yang berperan untuk membantu atlet memantapkan penampilan serta meningkatkan  seluruh potensinya, sehingga mampu berprestasi tinggi dalam cabang olahraganya (Harsuki, 2003, 374).
Wasit adalah seorang pengadil di lapangan pada setiap pertandingan olahraga. Setiap pertandingan olahraga dipimpin oleh seorang wasit yang memiliki wewenang penuh untuk memimpin suatu pertandingan olahraga dan memegang teguh peraturan permainan pertandingan olahraga, terhitung mulai dari saat masuk sampai dengan meninggalkan lapangan tersebut. Wasit adalah seorang yang memiliki wewenang untuk mengatur jalannya suatu pertandingan olahraga. Ada bermacam-macam istilah wasit. Dalam bahasa Inggris dikenal referee, umpire, judge atau linesman (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org/wiki/Wasit).
3.    Pengorganisasian.
Meningkatkan pembinaan dan pengembangan olahraga, khususnya olahraga prestasi tidak lepas dari peran serta pengurus dan organisasi. Organisasi adalah sarana atau alat untuk mencapai tujuan organisasi; dan unsur atau unit yang ada dalam suatu organisasi harus dapat menampung berbagai program dan kegiatan yang telah dirancang untuk mencapai tujuan organisasi (KONI tentang Proyek garuda Emas, 1998: 43). Sedangkan dalam UU RI Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab I pasal 1 ayat 24, organisasi olahraga adalah sekumpulan orang yang menjalin kerjasama dengan membentuk organisasi untuk penyelenggaraan olahraga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peningkatan prestasi dalam pembinaan dan pengembangan olahraga tergantung bagaimana pengurus organisasi menjalankan fungsi-fungsi keorganisasiannya. Pengurus organisasi dapat menyusun porgram-program kerja yang dapat mendukung tercapainya prestasi yang maksimal dalam pembinaan dan pengembangan olahraga. Program-program tersebut diantaraya adalah perekrutan atau pengadaan pelatih, pengadaan sarana dan prasarana, perekrutan atlet, menentukan perencanaan dan pelaksanaan pembinaan atlet melalui pemusatan latihan cabang olahraga, mengadakan atau menyelenggarakan even olahraga, mengikuti berbagai even olahraga sesuai dengan cabang olahraga yang dapat dijadikan sebagai tambahan pengalaman bagi atlet, mencarikan dana untuk
pembinaan, dan lain sebagainya.
4.    Pendanaan
Salah satu faktor pendukung terpenting dalam upaya mensukseskan program pembinaan prestasi olahraga adalah tersedianya dana yang memadai/representatif. Berbagai sumber dana alternatif perlu digali dalam upaya memenuhi kebutuhan dana untuk pembinaan cabang-cabang olahraga prestasi.
Pendanaan mempunyai peranan yang sangat penting bagi pembinaan dan pengembangan olahraga. Dengan adanya pendanaan, berbagai kebutuhan/hal yang berhubungan dengan pembinaan dan pengembangan olahraga dapat dipenuhi dengan baik, diantaranya adalah: pengadaan sarana dan prasarana olahraga yang baru untuk melengkapi/mengganti fasilitas yang ada/rusak; pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasarana olahraga termasuk alat dan fasilitas lapangan; pendanaan pembinaan dan pengembangan atlet mulai dari perekrutan sampai dengan pemusatan latihan dan ikut serta dalam even kejuaraan; kesejahteraan atlet, pelatih, dan pengurus organisasi
5.    Metode
Metode merupakan cara-cara yang dilakukan untuk mendukung terlaksananya pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi. Metode yang digunakan tersebut antara lain melalui pemusatan latihan yang didalamnya terdapat sistem-sistem pembinaan kepada atlet dan juga program-program latihan yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan atlet baik dari segi fisik, teknik, taktik, dan mental.
6.    Prasarana dan sarana
Menurut UU RI No.3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
dalam pasal 1 ayat 20 dan 21 dijelaskan apa yang dimaksud dengan sarana dan prasarana olahraga. Prasarana olahraga adalah tempat atau ruang termasuk lingkungan yang digunakan untuk kegiatan olahraga dan/atau penyelenggaraan olahraga. Sedangkan sarana olahraga adalah peralatan atau perlengkapan yang digunakan untuk kegiatan olahraga.
Prasarana dan sarana olahraga sangat penting keberadaannya untuk menunjang pembinaan dan pengembangan olahraga, khususnya olahraga prestasi. Prasarana dan sarana olahraga yang diperlukan untuk pembinaan dan pengembangan olahraga sebaiknya memenuhi standar  nasional atau bahkan Internasional. Harsuki (2003:384), guna menampung kegiatan olahraga prestasi prasarana olahraga yang disiapkan perlu memenuhi kualitas sesuai dengan syarat dan ketentuan masing-masing cabang olahraga, yaitu: a. Memenuhi standard ukuran Internasional, b. Kualitas bahan/material yang dipakai harus memenuhi syarat Internasional.
7.    Penghargaan Keolahragaan
           Penghargaan olahraga adalah pengakuan atas prestasi dibidang olahraga yang diwujudkan dalam

bentuk material dan /atau nonmaterial (UU RI No.3 Tahun 2005 tentang SKN pasal 1 ayat 19). Dalam UU RI

No. 3 tahun 2005 tentang SKN pasal 86 ayat 1 disebutkan bahwa setiap pelaku olahraga, organisasi olahraga,

lembaga pemerintah/swasta, dan perseorangan yang berprestasi dan/atau berjasa dalam memajukan olahraga

diberi penghargaan. Penghargaan dapat berbentuk pemberian kemudahan, beasiswa, asuransi, pekerjaan,

kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan, kewarganegaraan, warga kehormatan  jaminan hari tua,

kesejahteraan, atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat bagi penerima penghargaan (UU RI No.3 Tahun

2005 tentang SKN pasal 86 ayat 3).

Daftar Rujukan

Selasa, 09 November 2010

Manajemen

 MANAJEMEN
(oleh: Rendy Erwantoko)

A. Pengertian Manajemen
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu (Hasibuan, 2004: 2). Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan (Stoner dkk, 1996: 7). Menurut John R (2003:4), manajemen secara formal diartikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian terhadap penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan.
Kamaluddin (1989:3) manajemen bisa sebagai suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengorganisasian pemakaian sumber manusia dan material. Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain (Terry, 1986: 4).
            Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni untuk mengatur, melibatkan, dan menggunakan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya melalui suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengontrolan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu secara efektif dan efisien yang telah ditetapkan. Proses-proses manajemen tersebut dapat dilakukan dalam kegiatan umum dan kegiatan olahraga khususnya, termasuk induk organisasi cabang olahraga prestasi.
B. Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Pekerjaan yang dilakukan oleh manajer-manajer meliputi pekerjaan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan untuk mencapai tujuan perusahaan (Kamaluddin, 1989:5-6). Ada empat fungsi manajemen dalam proses manajemen yaitu Perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing), pemimpinan/pengarahan (Leading) dan pengendalian (Controlling) (John R, 2003:12).
Terry (1986:5) fungsi-fungsi dasar manajemen yakni: perencanaan-pengorganisasian-menggerakkan-pengawasan, agar supaya sasaran-sasaran yang ditetapkan dapat tercapai. Fungsi-fungsi tersebut lebih mudah diingat berdasarkan singkatan P.O.A.C, yang berarti: Planning-Organizing-Actuating-Controlling. Setiap manajer dalam pelaksanaan tugasnya, aktivitasnya, dan kepemimpinannya untuk mencapai tujuan harus melakukan ”perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian” dengan baik (Hasibuan, 2004:38-39). Pengarahan atau Directing = actuating = leading = penggerakan (Hasibuan, 2004:183).
Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah elemen dasar yang dijadikan acuan, yang memiliki fungsi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan melakukan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating/directing/leading), dan pengawasan (controlling). Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan kegiatan agar kegiatan yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah awal dari proses manajemen. Perencanaan merupakan proses untuk menentukan tujuan yang akan dicapai serta langkah-langkah yang harus diambil untuk mencapainya (John R., 2003:12).  Terry (1986: 163) Perencanaan berarti menentukan sebelumnya apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya. Handoko (2003:25) mengartikan perencanaan adalah: a) pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi dan b) penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metoda sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Sedangkan Siagian (2002:50) menyatakan bahwa perencanaan merupakan “usaha sadar dan pengambilan keputusan yang telah diperhitungkan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan dalam dan oleh suatu organisasi dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”.
Pada hakekatnya, inti perencanaan adalah pemilihan jalan yang akan ditempuh, karena perencanaan adalah pemilihan berbagai alternatif tujuan, strategi, kebijakan, taktik, prosedur, dan program-program (Reksohadiprojo, 1984:22). Perencanaan merupakan usaha kongretisasi langkah-langkah yang harus ditempuh yang dasar-dasarnya telah diletakkan dalam strategi organisasi (Siagian 2002:48).
Perencanaan menunjukkan tujuan yang penting dan menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan untuk mencapainya. Perencanaan merupakan pijakan untuk tahapan lebih lanjut dari tugas-tugas manajerial yaitu pengorganisasian (organizing) dengan mengalokasikan dan mengatur sumber produksi untuk mencapai tugas-tugas pokok, pelaksanaan (actuating) dengan mengarahkan usaha sumber daya manusia untuk menjamin tercapainya penyelesaian tugas dengan sempurna dan pengawasan (controlling) dengan memonitor tercapainya tugas dan mengambil tindakan koreksi yang diperlukan.
Perencanaan mengarahkan tujuan organisasi dan menetapkan prosedur terbaik untuk mencapainya. Stoner dkk (1996: 10-11) rencana merupakan pedoman untuk (1) organisasi memperoleh dan menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan; (2) anggota organisasi melaksanakan aktivitas yang konsisten dengan tujuan dan prosedur yang sudah ditetapkan; dan (3) memonitor dan mengukur kemajuan untuk mencapai tujuan, sehingga tindakan korektif dapat diambil bila kemajuan tidak memuaskan.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah suatu tindakan atau suatu langkah-langkah atau strategi yang akan dan harus dilakukan di masa depan secara efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan perencanaan dapat diidentifikasi hasil kerja yang diinginkan serta cara-cara untuk mencapainya. Perencanaan harus dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik.bahwa perencanaan merupakan jalan yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dan merupakan pijakan untuk melakukan pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah fungsi manajemen kedua dan dilakukan secara langsung dari dasar yang telah dibuat oleh perencanaan yang baik. Siagian (2002: 81-82) pengorganisasian ialah “ keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas serta wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuh dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”. Pengorganisasian merupakan proses penempatan orang-orang dan sumber daya lainnya untuk melakukan tugas-tugas dalam pencapaian tujuan biasa dan menyangkut pembagian pekerjaan untuk diselesaikan dan mengkoordinasikan hasil-hasilnya (John R, 2003:238).
Mengorganisasikan adalah proses mengatur dan mengalokasikan pekerjaaan, wewenang, dan sumber daya diantara anggota organisasi, sehingga mereka dapat mencapai sasaran organisasi (Stoner dkk, 1996:11). Handoko (2003:24) pengorganisasian adalah: a) penentuan sumber daya-sumber daya dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, b) perancangan dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja yang akan dapat “membawa” hal-hal tersebut ke arah tujuan, c) penugasan tanggung jawab tertentu dan kemudian, d) pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu-individu untuk melaksanakan tugasnya.
Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, hingga mereka dapat bekerjasama secara efisien dan demikian memperoleh kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu (Terry, 1986: 233). Hasibuan (2004:118-119) pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan, dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.
            Pelaksanaan proses pengorganisasian yang baik, dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi dengan baik pula. Proses pengorganisasian akan tercermin pada struktur organisasi yang mencakup aspek-aspek penting organisasi dan proses pengorganisasian.
Kamalludin (1989:117-118) mengemukakan unsur-unsur penting dari proses pengorganisasian, adalah:
a) penetapan tujuan-tujuan, b) membutuhkan fungsi-fungsi yang dibutuhkan untuk dilakukan, c) memproses kebutuhan personel, d) menentukan sumber-sumber fisik untuk mencapai tujuan, e) pengelompokan fungsi-fungsi, menentukan sumber-sumber fisik dan personel ke dalam suatu struktur organisasi yang terkoordinir, f) menentukan tanggung jawab serta wewenang, g) menentukan tingkat pertanggungjawaban personel dalam pembuatan struktur, h) penentuan aktivitas-aktivitas kerja.

Handoko (2003:169) menyatakan aspek-aspek penting organisasi dan
proses pengorganisasian terdiri dari: 1) pembagian kerja, 2) departementalisasi (atau sering disebut dengan istilah departementasi), 3) bagan organisasi formal, 4) rantai perintah dan kesatuan perintah, 5) tingkat-tingkat hirarki manajemen, 6) saluran komunikasi, 7) penggunaan komite, 8) rentang manajemen dan kelompok-kelompok informal yang tidak dapat dihindarkan.
            Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian adalah proses penentuan, penempatan dan pembagian tugas pada setiap individu dalam suatu organisasi atau perkumpulan. Penentuan, penempatan, dan pembagian tugas tersebut berdasarkan dari kemampuan individu masing-masing, akan tetapi dalam pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawab para peserta dan harus bekerjasama menjadi satu kesatuan dengan anggota organisasi, agar organisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Aspek-aspek penting dari pengorganisasian adalah: 1)  penetapan tujuan organisasi, 2) penentuan personel/pengurus organisasi, 3) pembuatan struktur organisasi, 4) pembagian tugas atau wewenang, 4)  membentuk bidang-bidang organisasi, dan 5) penentuan aktivitas kerja.
3. Pelaksanaan/pengarahan (actuating/directing)
Pelaksanaan (actuating) adalah fungsi manajemen ketiga dan merupakan
kelanjutan dari perencanaan dan pengorganisasian. Fungsi pengarahan (directing = actuating = leading =  pergerakan) adalah fungsi manajemen yang terpenting dan paling dominan dalam proses manajemen. Jika fungsi ini diterapkan maka proses manajemen dalam merealisasikan tujuan dimulai (Hasibuan, 2004: 183).
Penggerakan dapat didefinisikan sebagai “keseluruhan usaha, cara, teknik, dan metode untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien, efektif dan ekonomis (Siagian 2002:128). Manullang (1988:22) mengemukakan directing atau yang disebut juga commanding adalah fungsi dari manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran-saran, perintah-perintah atau instruksi-instruksi kepada bawahan dalam pelaksanaan tugas masing-masing bawahan tersebut, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju kepada tujuan yang telah ditetapkan semula.
Pengarahan adalah mengarahkan semua karyawan agar mau bekerjasama dan bekerja efektif dalam mencapai tujuan perusahaan (Hasibuan, 2004:183). Terry (1986:313) actuating merupakan usaha untuk menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan yang bersangkutan dan sasaran-sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut. Pengarahan adalah proses untuk menumbuhkan semangat pada karyawan supaya bekerja giat serta membimbing mereka melaksanakan rencana dalam mencapai tujuan (John R., 2003:13).
Penggerakan/pelaksanaan (actuating) berhubungan erat dengan sumber daya manusia yang pada akhirnya merupakan perputaran aktivitas-aktivitas manajemen. Pelaksanaan pekerjaan dan pemanfaatan alat-alat bagaimanapun canggih atau andalnya, baru dapat dilakukan jika karyawan (manusia) ikut berperan aktif (Hasibuan, 2004: 183). Arti penting sumber daya manusia bagi suatu perusahaan terletak pada kemampuannya untuk bereaksi secara sukarela dan secara positif terhadap sasaran-sasaran pelaksanaan pekerjaan serta kesempatan-kesempatan dan dalam rangka usaha melaksanakannya mereka mencapai kepuasan dari hasil pekerjaan dan karena berada dalam lingkungan kerja yang bersangkutan. Hal tersebut mengharuskan dipenuhinya syarat-syarat bahwa: orang-orang tepat dengan pengetahuan serta keterampilan yang tepat, berada pada pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat untuk melaksanakan pekerjaan yang harus dikerjakan (Terry, 1986: 314).
Pentingnya unsur manusia jelas terlihat dalam seluruh proses administrasi dan manajemen. Tujuan organisasi yang telah ditetapkan untuk dicapai, rencana dan program kerja yang telah disusun dan ditetapkan sebagai strategi dasar organisasi hanya ada maknanya apabila diterima dan dilaksanakan oleh manusia. Jelaslah bahwa dalam seluruh proses administrasi dan manajemen itu segala sesuatu bertitik tolak dari dan bermuara pada manusia sebagai unsurnya yang terpenting (Siagian, 2002:128-129).
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan (actuating) adalah usaha-usaha untuk mendorong dan mengarahkan para anggota organisasi sedemikian rupa dengan cara memberikan bimbingan, saran, perintah, dan motivasi supaya para anggota organisasi berkeinginan dan berusaha untuk  melaksanakan rencana dalam mencapai sasaran-sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Penggerakan/ pelaksanaan/ pengarahan sangat berhubungan erat dengan sumber daya manusia, dimana segala proses manajemen dan administrasi tidak dapat berjalan tanpa adanya sumber daya manusia meskipun tersedianya dan canggihnyaberbagai sumber daya yang lain. Hal ini berlaku di seluruh organisasi yang ada.
4. Pengendalian/pengawasan (Controlling)
            Fungsi pengendalian (controlling) adalah fungsi terakhir dari proses
manajemen. Fungsi ini sangat penting dan sangat menentukan pelaksanaan proses
manajemen, karena itu harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Hasibuan (2004: 241) pengendalian berkaitan erat dengan fungsi perencanaan, karena: 1) pengendalian harus terlebih dahulu direncanakan, 2) pengendalian baru dapat dilakukan jika ada rencana, 3) pelaksanaan rencana akan baik, jika pengendalian dilakukan dengan baik, 4) tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah pengendalian atau penilaian dilakukan. Dengan demikian peranan pengendalian ini sangat menentukan baik atau buruknya pelaksanaan suatu rencana.
Pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula (Manullang, 1988: 173). Handoko (2003:359) mendefinisikan pengawasan sebagai proses untuk ”menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Pengawasan berarti: mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana (Terry, 1986: 395).
Pengawasan merupakan ”proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya” (Siagian, 2002: 169). Pengendalian merupakan proses pengukuran kinerja, membandingkan antara hasil sesungguhnya dengan rencana serta mengambil tindakan pembetulan yang diperlukan (John R., 2003:13). Pengendalian (controlling) adalah proses untuk memastikan bahwa aktifitas sebenarnya sesuai dengan aktifitas yang direncanakan (Stoner dkk, 1996:12).
Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa direncanakan menjadi kenyataan (1988: 173). Hasibuan (2004: 242) pengendalian bertujuan: 1) supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari rencana, 2) melakukan tindakan perbaikan (corrective), jika terdapat penyimpangan-penyimpangan (deviasi), 3) supaya tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencana.
Kegiatan pengawasan dapat berbentuk pemeriksaan, pengecekan serta
usaha pencegahan terhadap kesalahan yang mungkin terjadi, sehingga bila terjadi
penyelewengan atau penyimpangan dapat ditempuh usaha-usaha perbaikan. Menurut James A.F. Stoner dkk (1996:12) fungsi pengendalian manajemen adalah: (1) Menetapkan standar prestasi kerja, (2) Mengukur prestasi saat ini, (3) Membandingkan prestasi ini dengan standar yang telah ditetapkan, dan (4) Mengambil tindakan korektif bila ada deviasi yang dideteksi.
            Suatu sistem pengawasan yang efektif dapat diperoleh dengan terpenuhinya beberapa prinsip pengawasan. Dua prinsip pokok bagi suatu sistem pengawasan pengawasan yang efektif ialah adanya rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi-instruksi, serta wewenang-weweng kepada bawahan (Manullang, 1988: 173). Artinya, pengendalian harus disusun dengan baik, sehingga dapat mencerminkan karakter dan susunan rencana, serta pengendalian harus dilakukan sesuai dengan struktur organisasi (manajer dengan bawahannya merupakan sarana untuk melaksanakan rencana. Dengan demikian pengendalian yang efektif harus disesuaikan dengan besarnya wewenang manajer, sehingga mencerminkan struktur organisasi) (Harold Koontz dan Cyril O’Donnel dalam Hasibuan, 2004: 243).
Terdapat beberapa jenis pengendalian dalam melaksanakan manajemen, diantaranya menurut Hasibuan (2004: 244-245) adalah:
1) Pengendalian karyawan (personnel control). Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang ada hubungannya dengan kegiatan karyawan. 2) Pengendalian keuangan (financial control). Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut keuangan, tentang pemasukan dan pengeluaran, biaya-biaya perusahaan termasuk pengendalian anggarannya. 3) Pengendalian produksi (production control). Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas produksi yang dihasilkan, apakah sesuai dengan standar atau rencananya. 4) Pengendalian waktu (time control). Pengendalian ini ditujukan kepada penggunaan waktu, artinya apakah waktu untuk mengerjakan suatu pekerjaan sesuai atau tidak dengan rencana. 5) Pengendalian teknis (technical control). Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang bersifat fisik, yang berhubungan dengan tindakan dan teknis pelaksanaan. 6) Pengendalian kebijaksanaan (policy control). Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui dan menilai, apakah kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasi telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah digariskan. 7) Pengendalian penjualan (sales control). Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui, apakah produksi atau jasa yang dihasilkan terjual sesuai dengan target yang ditetapkan. 8) Pengendalian inventaris (inventory control). Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui, apakah semua inventaris perusahaan masih ada semuanya atau ada yang hilang. 9) Pengendalian pemeliharaan (maintenance control). Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui, apakah semua inventaris perusahaan dan kantor dipelihara dengan baik atau tidak, dan jika ada yang rusak apa kerusakannya, apa masih dapat diperbaiki atau tidak.

Berdasarkan berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian/ pengawasan (controlling) adalah suatu proses pengamatan, pengukuran, dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan organisasi yang dilakukan agar dapat berjalan sesuai dengan rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan bertujuan untuk mengusahakan agar pelaksanaan kegiatan dan tujuan organisasi sesuai dengan perencanaan.
C. Unsur-unsur Manajemen
            Menurut Hasibuan (2004:20) unsur-unsur manajemen dalam peranannya dalam mencapai tujuan yang diinginkan itu terdiri dari Men, Money, Methods, Material, Machines dan Market, yang disingkat 6M.
1)        Men (Tenaga Kerja Manusia)
Tenaga kerja manusia (men) adalah obyek atau alat utama manajemen untuk mencapai tujuan, baik tenaga kerja pimpinan maupun tenaga kerja operasional/pelaksana. Manusia mengerjakan semua aktivitas atau kegiatan yang ada dalam organisasi, seperti planning, organizing, actuating, dan controlling.
2)        Money (uang)
Money yaitu uang yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Uang digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas di dalam manajemen. Uang digunakan untuk membayar gaji, mengadakan pengawasan, membeli peralatan, dan lain-lain.
3)        Methods (metode)
Methods yaitu cara-cara yang dipergunakan dalam usaha mencapai tujuan. Dalam sebuah organisasi, metode kerja yang dilaksanakan dengan benar maka akan memperlancar proses produksi dalam organisasi.
4)        Material (bahan)
Materials yaitu bahan-bahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Bahan-bahan diolah oleh manusia dengan menggunakan mesin sesuai metode yang benar akan mempercepat dan memudahkan melakukan kegiatan atau aktivitas dalam organisasi.
5)        Machines (mesin)
Machines yaitu mesin-mesin/alat-alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Mesin berguna untuk membantu kelancaran produksi dalam organisasi. Dengan menggunakan mesin akan mempercepat proses produksi dan dapat memudahkan manusia melakukan kegiatan dalam organisasi.
6)        Market (pasar)
Market yaitu pasar untuk menjual barang dan jasa-jasa yang dihasilkan. Mulai dari penjualan barang, jasa, pendistribusian, promosi produksi sehingga
konsumen merasa tertarik untuk mengkonsumsinya.

Daftar Rujukan
1. Handoko, H.T. 2003. Manajemen. Yogyakarta:BPFE.
2. Hasibuan, M.S.P. 2004. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara.
3. James A.F. Stoner, R. Edward Freeman, Daniel R. Gilbert. JR. Alih Bahasa Alexander Sindoro. 1996.
    Manajemen Edisi Bahasa Indonesia.PT Prenhallindo, Jakarta.
4. John R. Schermerhorn, Jr. 2003. Manajemen Edisi Bahasa Indonesia Management 5e edisi cetakan
    kelima.Yogyakarta: Andi, 2003)
5. Kamaluddin. 1989. Manajemen. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal 
    Pendidikan Tinggi. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
6. Manullang, M. 1988. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.
7. Siagian, S. P. 2002. Fungsi-fungsi Manajerial. Jakarta: PT Bumi Aksara.
8. Terry, G.R. 1986. Asas-asas Manajemen: Alih Bahasa Winardi. Bandung: Alumni.

Semoga Bermanfaat... ^_^.. Rendy's.

Senin, 08 November 2010

Pemanasan dalam Olahraga


Olahraga merupakan suatu aktivitas fisik yang dilaksanakan secara aktif dengan tujuan untuk memperoleh/mempertahankan/meningkatkan kesegaran jasmani dan meningkatkan prestasi. Berbagai macam bentuk dan jenis olahraga yang dapat dilakukan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Pada dasarnya setiap aktivitas olahraga terdiri dari pemanasan, kegiatan inti, dan pendinginan. Ketiga tahap ini hendaknya menjadi pedoman bagi para pelaku olahraga ketika melakukan kegiatan olahraga. Pemanasan (warming-up) adalah aktivitas yang berisi gerakan-gerakan yang mendukung aktivitas inti dari olahraga yang akan dilakukan berikutnya. Aktivitas pemanasan berisikan peregangan statis, dinamis, dan gerakan-gerakan formal olahraga yang akan dilakukan (Yanto, 2008).
Sebelum melakukan aktivitas olahraga, setiap pelaku olahraga sebaiknya dan bahkan harus melakukan pemanasan terlebih dahulu. Pemanasan atau yang biasa disebut dengan warming-up sangat penting untuk dilakukan sebelum berlatih atau berolahraga pada umumnya, akan tetapi sering diabaikan oleh pelaku olahraga. Bukan hanya masyarakat awam, tetapi atletpun terkadang tidak melakukannya. Hal ini terjadi karena ketidaktahuan pelaku, kurangnya kesadaran pelaku, dan malas melakukan pemanasan. Seringkali terlihat bahwa pelaku olahraga yang datang ke lapangan langsung memakai peralatan olahraganya, dan langsung melakukan permainan tanpa pemanasan terlebih dahulu (Yanto, 2008).Pemanasan berguna untuk memperbaiki performa, mencegah resiko cedera, melenturkan otot tubuh, bahkan hingga pencegahan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan tulang (orthopedic) (Sportindo, 2007). Pemanasan ini dilakukan untuk mempersiapkan tubuh dalam menerima beban fisik dan  mengurangi resiko cedera yang mungkin terjadi saat melakukan aktivitas olahraga. Menurut Luxbacher (2001), menyatakan bahwa pemanasan berguna untuk menghangatkan suhu otot, melancarkan aliran darah dan memperbanyak masuknya O2 ke dalam tubuh, memperbaiki kontraksi otot dan kecepatan gerak refleks, juga menjaga kejang otot dan pegal-pegal keesokan harinya. Sedangkan menurut Brick (2002) mengatakan bahwa pemanasan menguntungkan, diantaranya: (1) meningkatkan denyut jantung, (2) mempersiapkan otot-otot dan sendi, (3) meningkatkan suhu tubuh, (4) meningkatkan sirkulasi cairan dalam tubuh, (5) mempersiapkan seseorang secara psikologis dan emosional. 
Sedangkan Brick (2002), mengatakan bahwa pemanasan sangatlah menguntungkan, diantaranya: (1) menaikkan denyut jantung, (2) mempersiapkan otot-otot dan sendi, (3) meningktakan suhu tubuh, (4) meningkatkan sirkulasi cairan dalam tubuh, (5) menyiapkan seseorang secara psikologis dan emosional. Karena itu pemanasan tidak dapat diremehkan. Proses pemanasan yang tidak optimal bukan tidak mungkin seseorang akan mengalami cedera.

Gerakan-gerakan pemanasan umumnya terdiri dari kalestenik, tumbling, dan akrobatik. Menurut Soekarno (1986) Calesthenik berasal dari kata Yunani (Greka), yaitu kalos yang artinya indah dan stenos yang artinya kekuatan, jadi calesthenik dapat diartikan sebagai kegiatan memperindah tubuh melalui latihan kekuatan, dalam bahasa Inggris calesthenik diartikan sebagai free exercises, dalam bahasa Jerman disebut frei ubungan. Tumbling adalah gerakan yang cepat dan eksplosif dan merupakan gerak yang pada umumnya dirangkaikan pada satu garis lurus. Adapun cirinya adalah adanya unsur melompat, melayang bebas di udara dan dilakukan dengan cepat. Tumbling berasal dari kata Tombolon (bahasa Itali), Tomelen (bahasa Belanda), Tomber (bahasa Perancis) yang artinya melompat disertai melenting dan berjungkir balik dan berirama (Soekarno, 1986). Mahendra (2001) mengartikan akrobatik sebagai keterampilan yang pada umumnya menonjolkan fleksibilitas gerak dan balancing (keseimbangan) dengan gerakan yang agak lambat.

Daftar Rujukan

Brick, L. 2002. Bugar Dengan Senam Aerobik (terjemahan oleh Anna Agustina). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Luxbancher, Josep. A. 2001. Sepakbola. Jakarta: PT. Grafindo Media Pratama.
Luxbancher, Josep. A. 2001. Sepakbola: Taktik dan Tehnik Bermain. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mahendra. 2001. Pembelajaran Senam: Pendekatan Pola Gerak Dominan Untuk Siswa SLTP. Jakarta: Direktorat Jenderal Olahraga.
Soekarno. W. 1986. Teori dan Praktek Senam Dasar. Yogyakarta: PT. Intan Pariwara.

Sportindo, 2007. Warm-Up versus Stretching. (online), (http://www.sportindo.com/page/156/Exercise_Healthy_Living/Articles_Tips/Warm-Up_versus_Stretching.html, diakses 23 Maret 2009)


Yanto, 2008. Pemanasan Dulu Baru Olahraga. (online), (http://cetak.bangkapos.com/opini/read/71.html, diakses 23 Maret 2009)

Mohon maaf jika ada kekeliruan,.. Semoga Bermanfaat, amin3.. ^_^ Rendy's...

Mudah Memaafkan Orang Lain

Sesungguhnya orang yang memiliki hati yang baik adalah mereka yang tidak gampang marah dan mudah memaafkan orang lain. Demikian ungkapan alm. Zainal Arifin Thaha (2004) agar anda tidak gampang marah ketika orang lain memiliki kesalahan pada anda dan bahkan lebih baik jika anda mudah memaafkan orang lain. Anda akan memiliki poin tersendiri yang menambah nilai hidup anda.
Cobalah bayangkan, jika anda gampang memaafkan terhadap orang lain, tentu saja orang lain akan semakin gampang memafkan anda. Jika anda pernah mempunyai kesalahan kepada orang lain dan orang lain itu segera memaafkan anda, tentu saja anda akan merasa senang pada orang tersebut, bahkan anda ingin melakukan sesuatu yang membuat dirinya semakin senang kepada anda.
Tunjukkan pada orang lain bahwa anda memiliki cara mengatur emosi yang baik. Tunjukkan bahwa anda memiliki hati lembut yang bisa membuat orang percaya bahwa anda mudah memaafkan orang lain. sesungguhnya orang lain akan percaya bahwa anda bisa mengatur diri anda menjadi baik dan menjadikan spiritualitas anda berpengaruh pada lini kehidupan anda, termasuk mudah memaafkan orang lain.
Orang yang mudah memaafkan orang lain sesungguhnya tengah mengemukakan pada orang lain bahwa dia memiliki jiwa yang lembut, memiliki cara mengatur emosi yang baik sehingga mampu mengendalikan diri ketika sedang dilanda amarah. Dia bahkan mengumpat pada orang yang membuatnya marah. Cara itulah kurang baik karena tidak mudah memafkan orang lain.

Uraian kata-demi kata tersebut saya sadur dari buku "Quantum Emotion-The Simple Ways For Your Beautiful Life" karya Kam Imam-2009.

Memaafkan orang lain memang merupakan hal yang sangat sulit dilakukan jika masih ada amarah yang menggelora di dalam diri individu, akan tetapi kata maaf yang terucap akan memberikan dentuman yang hangat bagi orang lain. Kata Maaf dan memberikan maaf seharusnya bukan hanya sekedar diucapkan dari lisan, akan tetapi harus selalu tertanam di dalam benak masing-masing agar tidak ada lagi perselisihan. "Orang yang Kuat adalah bukan mereka yang mampu mengangkat beban dengan berat ber-ton-ton, akan tetapi mereka yang mampu meminta maaf atas kesalahannya, yang mampu mengakui kesalahannya, dan orang-orang yang mampu untuk memberikan maaf". So, jika anda pernah melakukan kesalahan kepada orang lain, jangan segan dan malu untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan yang anda buat. Jika itu anda lakukan, bukan tidak mungkin anda akan mempunyai hubungan yang indah di masyarakat, karena anda adalah orang yang kuat.

Mohon maaf bila ada salah kata yang saya tuangkan dalam tulisan ini.. ^_^ Rendy's.

Minggu, 07 November 2010

Penelitian Evaluasi

 Penelitian Evaluasi

A. Pengertian Penelitian Evaluasi
Evaluasi adalah sebuah proses dimana keberhasilan yang dicapai dibandingkan dengan seperangkat keberhasilan yang diharapkan. Perbandingan ini kemudian dilanjutkan dengan pengidentifikasian faktor-faktor yang berpengaruh pada kegagalan dan keberhasilan (Rika, 2009). Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengukur hasil atau dampak suatu aktivitas, program, atau proyek dengan cara membandingkan dengan tujuan yg telah ditetapkan, dan bagaimana cara pencapaiannya (Mulyono, 2009).
Evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program (Zulharman, 2007). Evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi, dimana suatu tujuan telah dicapai. Definisi ini menerangkan secara langsung hubungan evaluasi dengan tujuan suatu kegiatan yang mengukur derajat, dimana suatu tujuan dapat
dicapai. Evaluasi juga merupakan proses memahami, memberi arti, mendapatkan
dan mengkomunikasikan bagi keperluan pengambil keputusan (Edison, 2009).
Evaluasi program adalah proses untuk mendeskripsikan dan menilai suatu program dengan menggunakan kriteria tertentu dengan tujuan untuk membantu merumuskan keputusan, kebijakan yang lebih baik. Pertimbangannya adalah untuk memudahkan evaluator dalam mendeskripsikan dan menilai komponen-komponen yang dinilai, apakah sesuai dengan ketentuan atau tidak (Edison, 2009). Arikunto (2007: 222) penelitian evaluasi merupakan suatu proses yang dilakukan dalam rangka menentukan kebijakan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan nilai-nilai positif dan keuntungan suatu program, serta mempertimbangkan proses serta teknik yang telah digunakan untuk melakukan suatu penelitian.
Berdasarkan beberapa uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian evaluasi merupakan suatu prosedur ilmiah yang sistematis yang dilakukan untuk mengukur hasil program atau proyek (efektifitas suatu program) sesuai dengan tujuan yang direncanakan atau tidak, dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan mengkaji pelaksaaan program yang dilakukan secara objektif. Kemudian merumuskan dan menentukan kebijakan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan nilai-nilai positif dan keuntungan suatu program.
B. Fungsi dan Tujuan Penelitian Evaluasi
Michael Scriven (dalam Arikunto, 2007: 222-223) mengemukakan bahwa
secara garis besar fungsi penelitian evaluasi dapat dibedakan menjadi dua yakni:
Evaluasi formatif difungsikan sebagai pengumpulan data pada waktu pendidikan masih berlangsung. Data hasil evaluasi ini dapat digunakan untuk “membentuk” (to form) dan memodifikasi program kegiatan. Jika pada pertengahan kegiatan sudah diketahui hal-hal apa yang negatif dan para pengambil keputusan sudah dapat menentukan sikap tentang kegiatan yang sedang berlangsung maka terjadinya pemborosan yang mungkin akan terjadi, dapat dicegah.
Evaluasi sumatif dilangsungkan jika program kegiatan sudah betul-betul selesai dilaksanakan. Evaluasi sumatif dilaksanakan untuk menentukan sejauh mana sesuatu program mempunyai nilai kemanfaatan, terutama jika dibandingkan dengan pelaksanaan program-program yang lain. Penilaian sumatif bermanfaat datanya bagi para pendidik yang akan mengadopsi program yang dievaluasi berkenaan dengan hasil, program atau prosedur.
                                                                           
Sedangkan menurut Tayipnapis (1989: 3):
Evaluasi dapat mempunyai dua kegunaan, yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif, evaluasi digunakan untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk, dsb). Fungsi sumatif, evaluasi digunakan untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari pihak yang terlibat.

Pada prinsipnya tujuan evaluasi program harus dirumuskan dengan titik tolak tujuan program yang akan dievaluasi (Dwiyogo, 2006: 50). Ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum biasanya diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada tiap-tiap komponen dari program.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian evaluasi mempunyai dua fungsi yaitu 1) Fungsi formatif, untuk pengumpulan data pada kegiatan yang sedang berjalan dan digunakan untuk perbaikan, pengembangan, dan modifikasi program. 2) Fungsi sumatif yang dilaksanakan setelah program selesasi dilaksanakan. Digunakan untuk pertanggungjawaban program dan penentuan sejauh mana kemanfaatan program. Penelitian evaluasi bertujuan untuk mengevaluasi komponen-komponen program dan program secara menyeluruh.
C. Model-model  Evaluasi  
Terdapat beberapa beberapa model evaluasi sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program, yaitu:
1. Model Evaluasi CIPP
            Model evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang tujuannya untuk mengambil keputusan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengembangkan suatu program (Fuddin, 2007). Mbulu (1995: 62) model CIPP merupakan singkatan (akronim) dari contect evaluation, input evaluation, process evaluation, dan product evaluation yang dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam dan kawan-kawannya pada tahun 1968 di Ohio State University dan berorientasi pada pengambilan keputusan.
            Context evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program (Tayibnapis, 1989: 10-11). Evaluasi konteks meliputi penggambaran latar belakang program yang dievaluasi, memberikan perkiraan kebutuhan dan tujuan program, menentukan sasaran program dan menentukan sejauh mana tawaran ini cukup responsif terhadap kebutuhan yang sudah diidentifikasi (Edison, 2009). Mbulu (1994/1995: 62-63) evaluasi konteks meliputi:
a) analisis masalah/kebutuhan yang berhubungan dengan lingkungan. Suatu kebutuhan dirumuskan sebagai suatu kesenjangan antara kondisi yang ada sekarang dengan kondisi yang diharapkan. Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut telah diidentifikasikan, maka langkah selanjutnya adalah: b) menggambarkan secara jelas dan terperinci tujuan program yang akan memperkecil kesenjangan antara kondisi yang ada sekarang dengan kondisi yang diharapkan. Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa evaluasi konteks adalah evaluasi terhadap kebutuhan-kebutuhan, tujuan pemenuhan kebutuhan serta karakteristik individu yang melaksanakan evaluasi.

            Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya (Tayibnapis, 1989: 11). Evaluasi ini digunakan dalam pelaksanaan program, diadakan penjadwalan dan prosedur pelaksanaannya (Mbulu, 1994/1995: 63). Edison (2009) evaluasi masukan dilaksanakan dengan tujuan dapat menilai relevansi rancangan program, strategi yang dipilih, prosedur, sumber baik yang berupa manusia (guru, siswa) atau mata pelajaran serta sarana prasarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Singkatnya masukan (input) merupakan model yang digunakan untuk menentukan bagaimana cara agar penggunaan sumberdaya yang ada bisa mencapai tujuan serta secara esensial memberikan informasi tentang apakah perlu mencari bantuan dari pihak lain atau tidak. Aspek input juga membantu menentukan prosedur dan desain untuk mengimplementasikan program.
            Process evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasi keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan? Apa yang yang harus direvisi? Begitu pertanyaan tersebut terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki (Tayibnapis, 1989; 11). Mbulu (1994/1995: 63) evaluasi proses dipergunakan untuk membantu memberikan dan menyediakan informasi balikan dalam rangka mengimplementasi keputusan, sampai sejauh mana rencana-rencana atau tindakan-tindakan yang hendak dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan program sudah sesuai dengan prosedur dan penjadwalan yang ditetapkan. Evaluasi Proses dilaksanakan dengan harapan dapat memperoleh informasi mengenai bagaimana program telah diimplementasikan sehari- hari didalam maupun diluar kelas, pengalaman belajar apa saja yang telah diperoleh siswa, serta bagaimana kesiapan guru dan siswa dalam implementasi program tersebut dan untuk memperbaiki kualitas program dari program yang berjalan serta memberikan informasi sebagai alat untuk menilai apakah sebuah proyek relatif sukses/gagal (Edison, 2009).
            Product evaluation, to serve recycling decision.  Evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah program berjalan? (Tayibnapis, 1989: 11). Edison (2009) evaluasi produk mengakomodasi informasi untuk meyakinkan dalam kondisi apa tujuan dapat dicapai dan juga untuk menentukan jika strategi yang berkaitan dengan prosedur dan metode yang diterapkan guna mencapai tujuan sebaiknya berhenti, modifikasi atau dilanjutkan dalam bentuk yang seperti sekarang. Evaluasi produk meliputi penentuan dan penilaian dampak umum dan khusus suatu program, mengukur dampak yang terantisipasi, mengidentifikasi dampak yang tak terantisipasi, memperkirakan kebaikan program serta mengukur efektifitas program. Mbulu (1994/1995: 64) jenis evaluasi produk digunakan untuk: a. menolong keputusan selanjutnya, seberapa besar hasil yang telah dicapai da apa yang akan dilakukan setelah program dilaksanakan. b. mengukur keberhasilan pencapaian tujuan program yang telah ditetapkan.
            Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Model
evaluasi untuk mengambil keputusan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengembangkan suatu program dengan menggunakan evaluasi konteks, evaluasi masukan, evaluasi proses, dan evaluasi produk.
2. Model Evaluasi UCLA
Tayibnapis (1989: 11) Alkin (1969) menulis tentang kerangka kerja evaluasi yang hampir sama dengan model CIPP. Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dan memilih beberapa alternatif. Alkin mengemukakan lima macam evaluasi yaitu: .
 System assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau
posisi sistem (Tayibnapis. 1989: 11). Mbulu (1994/1995: 83) system assessment, berfungsi memberikan informasi mengenai keadaan atau profil program. Program plannin, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program (Tayibnapis. 1989: 11). Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakan? (Tayibnapis. 1989: 11). Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga (Tayibnapis. 1989: 11). Mbulu (1994/1995: 83)  program improvement, berfungsi memberikan informasi tentang bagaimana program tersebut bermanfaat dan bagaimana program dapat dilaksanakan.  Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program(Tayibnapis. 1989: 11).
3. Model evaluasi Brinkerhoff
Model ini dikembangkan oleh Brinkerhoff dan kawan-kawan, dengan mengemukakan tiga jenis desain yaitu (dalam Dwiyogo, 2006: 54):
1) Fixed vs Emergant evaluation design. Desain fixed ditentukan dan direncanakan secara sistematis dan desainnya dikembangkan dengan mengacu pada tujuan program. Rencana analisis dibuat sebelumnya dimana si pemakai akan menerima informasi seperti yang telah ditentukan dalam tujuan. Strategi pengumpulan informasi dalam desain ini menggunakan tes, angket, lembar wawancara. Berbeda dengan desain fixed, desain emergent dibuat dengan maksud menangkap fenomena yang sedang berlangsung yang berpengaruh terhadap program seperti masukan-masukan baru. Pada prinsipnya desain ini terus berkembang sesuai dengan kondisi dan dapat berubah sesuai dengan kebutuhan. 2) Formatif vs Summative evaluation. Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh data bagi keperluan revisi program, sedangkan evaluasi sumatif dibuat untuk menilai kegunaan suatu program. Pada evaluasi sumatif fokus evaluasi ditujukan pada variabel-variabel yang dipandang penting dan berkaitan dengan kebutuhan pengambilan keputusan. 3) Desain eksperimental dan Quasi eksperimental vs Natural inquiry. Desain eksperimental, quasi eksperimental dan natural inquiry desain merupakan hasil adopsi dari disiplin penelitian. Desain eksperimental dan quasi eksperimental digunakan untuk menilai suatu program yang baru diujicobakan. Sedangkan natural inquiry dilakukan dengan cara evaluator terlibat langsung dengan sumber-sumber informasi serta program yang dilaksanakannya.

4.  Model Evaluasi Stake
Model ini dikembangkan oleh Stake (1967), analisis proses evaluasi yang dikemukakannya membawa dampak yang cukup besar dalam bidang ini dan meletakkan dasar yang sederhana namun merupakan konsep yang cukup kuat untuk perkembangan yang lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi ialah Descriptions dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan yaitu: Antecedents (context), transaction (process), dan Outcomes (output) (Tayibnapis. 1989: 11).
Mbulu (1994/1995: 74-75):
Tahap pendahuluan (antecedents) menyangkut kondisi yang terlebih dahulu ada sampai pada saat dilakukan instruksi yang dihubungkan dengan hasil yang dicapai. Tahap transaksi (transactions) menyangkut proses dilakukannya instruksi dan hasil yang diperoleh adalah karena pengaruh dari proses tersebut. Tahap outcomes menyangkut hasil yang dicapai setelah program diimplementasikan serta untuk menentukan langkah kerja selanjutnya.

Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini ialah bahwa evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake
mengatakan bahwa description di satu pihak berbeda dengan judgement atau menilai. Dalam model ini, antecedents (masukan), transaction (proses) dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan
standar yang absolut, untuk menilai manfaat program (Tayibnapis, 1989: 16-17).

Daftar Rujukan

1. Arikunto, S. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta
2. Edison. 2009. Penelitian dan Evaluasi Dalam Bidang Pendidikan:Evaluasi CIPP, (Online),  (http://ed150n5.blogspot.com/2009/04/evaluasi-cipp.html, diakses 06 November 2009)
3. Fuddin, B.V. 2007. Evaluasi Program, (Online), (http://fuddin.wordpress.com/2007/07/17/evaluasi-program/, diakses 06 November 2009)
4. Mbulu, J. 1995. Evaluasi Program Konsep Dasar, Pendekatan Model, dan Prosedur Pelaksanaan. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas.
5. Mulyono. 2009. Penelitian Eveluasi Kebijakan, (Online), (http://mulyono.staff.uns.ac.id/2009/05/13/penelitian-evaluasi-kebijakan/, diakses 15 September 2009)
6. Rika, D.K. 2009. Teknik Evaluasi Perencanaan, (Online), (http://images.rikania09.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SUdfiwoKCF8AADuyo-81/Rika%20Eva.doc?nmid=148657139, diakses 15 September 2009)
7. Tayipnapis, F.Y. 1989. Evaluasi Program. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
8.  Zulharman. 2007. Evaluasi Kurikulum : Pengertian, Kepentingan Dan Masalah Yang Dihadapi, (Online), (http://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/evaluasi-kurikulum-pengertian-kepentingan-dan-masalah-yang-dihadapi/, diakses 15 September 2009)