RASISME
A. Sejarah Rasialisme Dunia
Masalah Rasialisme telah muncul hampir sama tuanya dengan peradaban manusia dan tidaklah bertambah baik seiring kemajuan jaman. Kitab Suci telah mencatat peristiwa rasialis yang terjadi di Tanah Mesir ribuan tahun yang lalu ketika bangsa Yahudi diperbudak oleh bangsa Mesir, dimana Musa lantas memimpin bangsa Yahudi keluar dari tanah Mesir menuju Israel. Ketika orang mengira bahwa masalah rasialisme telah berkurang di jaman modern seperti sekarang ini, maka mata dunia dibuka oleh banyaknya korban jiwa yang jatuh, sehingga baru disadari bahwa masalah rasialisme belumlah selesai, pun sampai hari ini ketika kita telah menjalani sebuah milenium baru.
Dibawah terdapat beberapa peristiwa rasialis yang tercatat dalam sejarah, yaitu:
1 Masa Romawi dan Yunani
Untuk mengetahui asal mula rasialisme, kita harus melihat jauh kebelakang. Pandangan merendahkan bangsa lain mulai tumbuh ketika sistem penghisapan ekonomi melalui perbudakan dimulai. Perbudakan berawal saat, pemerintah dan beberapa pihak mencari tenaga kerja yang murah. Berbagai cara ditempuh seperti menaklukan bangsa lain lalu menjadikan mereka sebagai budak atau membeli dari para pedagang budak. Bangsa yang kalah perang dianggap sebagai bangsa yang inferior (lebih rendah) dan sang pemenang dapat melakukan apa saja terhadap mereka, termasuk mengirim mereka ke arena Gladiator sebagai hiburan.
Konsep Rasialisme telah terlihat dalam cerita dari masa romawi dan Yunani, walaupun mereka belum mengenal konsep rasial dengan menggunakan perbedaan warna kulit, kebudayaan atau agama.
2. Perbudakan ras Afrika abad XVI
Konsep rasialisme yang ada sekarang, mulai muncul pada abad ke–XVI ketika perdagangan budak mulai berkembang. Budak-budak didatangkan dari Afrika menuju Eropa atau Amerika. Walaupun hal ini bertentangan dengan konsep kristianitas yang ada dimasyarakat Eropa dan Amerika, namun hal ini tetap terus berlangsung. Para pedagang budak menyebarkan paham bahwa masyarakat kulit hitam (ras Afrika) adalah ras yang terkuat namun inferior, sehingga cocok untuk mengerjakan pekerjaan kasar dan harus tunduk pada perintah. Pandangan inferioritas ini sama dengan yang terjadi pada masa Romawi dan Yunani. Diperkirakan 11,8 juta rakyat Afrika diperdagangkan selama masa Perdagangan Budak Atlantik, di mana sekitar 10 sampai 20% nya tewas dalam perjalanan menyeberangi samudra Atlantik. Pada abad 19, tercatat bahwa 90% budak belian adalah anak- anak. Beberapa negeri telah menjadi kaya raya karena perdagangan budak ini. Perbudakan Afrika adalah saudara kembar kolonialisme di benua itu. Tahun 1884 di Berlin, beberapa negara yaitu Inggris Raya, Perancis, Spanyol, Jerman, Belgia, Belanda dan Portugal bertemu untuk membagi- bagi wilayah Afrika di antara mereka. Masyarakat adat Afrika yang selama ini menjadi satu kesatuan menjadi terbelah mengikuti garis kepemilikan yang digambar di atas peta oleh bangsa Eropa, menjadi negara-negara yang berbeda. Inilah sebabnya mengapa banyak suku etnik Afrika misalnya suku Somalia dapat ditemukan tersebar di lima atau enam negara yang berbeda. Hal ini pula yang menjadi benih konflik antar suku di Afrika, seperti antara suku Tutsi dan Hutu yang kebetulan disatukan oleh garis batas negara Rwanda.
3. Pembantaian ras Armenia
Pembantaian yang terjadi terhadap ras Armenia dimulai tahun 1915 sampai dengan 1918, pada saat perang dunia I sedang berlangsung. Pembantaian ini direncanakan dan dilakukan oleh pemerintahan Turki terhadap seluruh populasi Armenia yang ada di negara itu. Ras Armenia menjadi korban deportasi, pengusiran, penyiksaan, pembantaian dan kelaparan. Sejumlah besar populasi Armenia diusir menuju ke Siria dan padang pasir dimana mereka menjadi korban kelaparan dan kehausan. Keputusan pembantaian ini muncul dari partai Ittihad ve Terakki Jemiyeti atau populer disebut sebagai partai Pemuda Turki yang memerintahkan pihak militer untuk melaksanakannya. Selain itu, pemerintah Turki juga membentuk pasukan khusus, Teshkilati Mahsusa yang tugas utamanya melakukan pembantaian massal. Pembasmian ras ini didukung pula oleh propaganda- propaganda ideologis melalui media tentang ide pembentukan kekaisaran Turki baru yang disebut Pan-Turanism, yang terbentang dari Anatolia hingga Asia Tengah dan rencananya hanya akan dihuni oleh orang Turki asli saja.
Propaganda ideologis inilah yang menjadi pembenaran pembunuhan besar- besaran tersebut. Setelah PD I mulai berakhir, pembantain sempat mereda, namun mulai terjadi kembali tahun 1920 sampai dengan 1923, kini dilakukan oleh partai Nasionalis Turki yang merupakan oposisi dari Pemuda Turki, namun memiliki pandangan kemurnian ras yang sama. Total diperkirakan satu setengah juta orang Armenia terbunuh selama periode 1915- 1923 tersebut. Pada akhir PD I, pelaku- pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan ini dituntut atas pebuatan mereka. Sebagian besar lari meninggalkan Turki untuk menghindari pengadilan, namun mereka diadili secara inabsentia dan dinyatakan bersalah.
4. Nazi dan anti Yahudi
Bahaya rasialisme baru disadari oleh dunia saat terjadi pembantaian secara sistematis yang dilakukan oleh Nazi terhadap etnis yahudi-eropa. Momen perang dunia II yang meminta korban bangsa Yahudi yang sangat besar. Pembantaian secara besar-besaran oleh Hitler dan Nazi dilakukan dengan cara membangun kamp-kamp konsentrasi. Kamp Konsentrasi tersebut menjadi tempat pembantaian para bangsa Yahudi. Kebencian Nazi terhadap keturunan Yahudi muncul karena keturunan Yahudi dianggap sebagai penyebab kekalahan Jerman pada Perang Dunia I, dan sementara ekonomi Jerman mengalami kesulitan, para keturunan Yahudi tetap sukses memegang peranan ekonomi yang besar di Jerman. Namun alasan ini patut dipertanyakan kembali jika melihat kenyataan bahwa bukan hanya 6 juta orang Yahudi yang mati di tangan Nazi, melainkan juga 5 juta etnik non Aria lainnya seperti Gipsi, kaum Homo seksual, keturunan Asia dan lainnya. Dalam propagandanya Nazi memang kental mengusung isu rasialisme dengan memberi fokus pada keunggulan ras mereka, yaitu ras Aria.
Bila dilihat lebih kebelakang lagi, pada abad ke-XIV, masa inkuisisi di Eropa juga terjadi pembantaian dan pengusiran terhadap bangsa Yahudi. Tomas de Torguemeda (1420-1498), kepala pengadilan inkuisisi Spanyol telah membantai kurang lebih 2.000 orang dengan siksaan dan mengusir sekitar 200.000 orang bangsa yahudi.
5. Diskriminasi terhadap bangsa Indian di benua Amerika
Kedatangan bangsa kulit putih ke benua Amerika ternyata menimbulkan sebuah masalah terhadap bangsa asli benua Amerika, Bangsa Indian. Perebutan tanah oleh para pendatang menimbulkan peperangan kecil dengan bangsa indian di berbagai pelosok benua Amerika.
Pada tahun 1830 lahir Indian Removal Act, peraturan yang memungkinkan pengusiran terhadap bangsa indian demi kepentingan para pendatang yang didominasi oleh kulit putih. Akibatnya, lebih dari 70.000 orang indian di usir dari tanahnya sehingga mengakibatkan ribuan orang meninggal.
Pada pertengahan abad ke-XIX, peperangan antara bangsa indian dengan tentara kavaleri terus terjadi. Kaum pendatang terus berusaha mempersempit lahan yang dimiliki oleh indian. Hal ini dikarenakan banyaknya penemuan tambang-tambang emas di wilayah barat, terutama California. Keberpihakan pemerintah kepada kaum kulit putih tergambar dari dikeluarkannya Dawes Act pada tahun 1887. Peraturan tersebut mempersempit lahan yang dimiliki oleh bangsa indian dengan cara menjatah tanah per kepala keluarga.
Perjuangan untuk memperbaiki kehidupan bangsa indian memang sangat panjang. Bangsa indian akhirnya mendaptkan status kewarga negaraan Amerika pada tahun 1934 dengan disahkannya Reorganization Act. Peraturan ini juga menghentikan semua bentuk pengusiran terhadap bangsa indian. Walau demikian, bangsa indian tetap diberi tempat yang diberi nama reservation area yang berfungsi seperti ghetto (penampungan) bagi kaum indian
6. Diskriminasi terhadap bangsa Aborigin dan bangsa lainnya di Australia.
Sebagai negara jajahan, Australia mempunyai sejarah yang diwarisi oleh rasisme yang sangat kental. Baik terhadap bangsa Aborigin atau kepada imigran (kaum pendatang) ke Australia. Populasi mayoritas di Australia berlatar belakang Anglo-celtic (Inggris atau Irlandia). Mayoritas yang menjadi korbannya adalah masyarakat Aborigin, Asia, Arab dan Yahudi. Hal ini juga termasuk orang yang karena agama dan kepercayaannya, seperti; perempuan muslim yang mengenakan jilbab dan pria yahudi yang mengenakan yarmulka (topi Yahudi).
Kebijakan White Australia Policy, yang dicabut pada tahun 1972 memberikan sedikit harapan terhadap para Aborigin dan imigran lainnya. Namun demikian, kebijakan untuk pembauran atau asimilasi tidak berhasil dan tidak adil. Pemerintah Australia menyadari hal tersebut sehingga pada tahun 1989 dikeluarkan kebijakan Multikulturalisme.
7. Apartheid di Afrika Selatan
Banyak yang menilai bahwa apartheid adalah reinkarnasi politik diskriminasi rasial Nazi. Politik Apartheid mulai diterapkan di Afrika Selatan pada tahun 1948 ketika sebuah partai ultra nasionalis memenangkan pemilu. Sejak saat itu pula muncul undang- undang yang tidak berpihak kepada kaum kulit hitam. Hal ini berpuncak saat, Partai Nasional berkuasa dan kemudian meresmikan undang-undang yang sangat kental dengan diskriminasi rasial.
Population Regestration Act (1949) merupakan awal berdirinya struktur apartheid. Penduduk Afrika Selatan diharuskan mendaftarkan diri berdasarkan rasnya. Kemudian berlanjut dengan munculnya Bantu Self Govement Act (1959), dibangun ghetto bagi kaum kulit hitam. Sistem ini ditujukan agar kaum kulit hitam kehilangan hak poltiknya dalam politik Afrika selatan. Kaum kulit hitam hanya boleh mempelajari tentnag kebudayaan masing-masing, harus memiliki surat jalan jika ingin keluar dari wilayahnya, dan dilarang melakukan perkawinan antar ras.
Sistem Apartheid yang dirasa sangat mengekang menimbulkan semangat perlawanan dari kaum kulit hitam. African National Congres (ANC), South Africa Communist Party (SACP), dan Pan Africa Congress membentuk aliansi untuk melawan sistem Apartheid. Aksi di parlemen, aksi boikot hingga pembentukan Umkhonto We Sizwe (Lembing Bangsa) sebagai sayap bersenjata mereka adalah sebagian kecil dari aksi yang mereka lakukan. Setelah mengorbankan banyak jiwa, akhirnya perjuangan mereka berhasil pada penghujung dekade 1980-an. Afrika Selatan lantas menjadi model dari suatu proses rekonsiliasi antara kekuatan lama dan kekuatan baru yang mencoba untuk menerapkan suatu proses ‘kebenaran dan rekonsiliasi’ yang bukan didasari atas dendam kesumat.
Masih sekian banyak kasus rasial di belahan dunia yang terjadi seperti pembantaian yang terjadi di Kosovo dan juga di Rwanda yang telah membuka mata dunia bahwa bahaya rasialisme belum selesai. Di Rwanda kurang lebih 800.000 suku Tutsi menjadi korban pembantaian terencana oleh tokoh- tokoh militan suku Hutu, bahkan sebagian suku Hutu sendiri yang beraliran moderat, dalam arti tidak memusuhi suku Tutsi, juga menjadi korban pembantaian tersebut. Jatuhnya ribuan bahkan ratusan ribu korban jiwa dari berbagai peristiwa tersebut merupakan pelajaran dunia. Sebagai tambahan, berbagai kasus ras juga terjadi di Indonesia, misalnya antara warga suku Dayak dan Madura, patut mendapat perhatian.
B. Rasisme dalam berbagai aktivitas kehidupan.
1. Rasisme yang terjadi dalam olahraga bolabasket.
Diskriminasi terhadap kaum kulit hitam di Amerika telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu dan sampai sekarang masih merupakan persoalan. Namun tidak dapat disanggah bahwa telah banyak kemajuan yang dicapai dalam upaya pengikisan diskriminasi rasial di Amerika. Salah satu bidang yang mendapat kemajuan besar dalam hal ini adalah bidang olahraga. Bola basket adalah salah satu olahraga yang paling digemari oleh penduduk Amerika Serikat dan penduduk di belahan bumi lainnya, antara lain di Amerika Selatan, Eropa Selatan, Lithuania, dan juga di Indonesia. Basketball, adalah sebuah kata yang tidak bisa lepas dari NBA, kiblat dari dunia bola basket. Banyak pemain-pemain hebat baik kulit putih maupun kulit hitam bermain dalam kompetisi tersebut, seperti Shaque O,Neil, Kobe Brian, Le Bron James, dll.
Akan tetapi, panggung kompetisi NBA selalu dipenuhi oleh para pemain berkulit hitam. Tak peduli di Wilayah Timur maupun Barat, jumlah pemain kulit hitam selalu lebih banyak ketimbang saudaranya yang berkulit putih. Meskipun begitu, rasisme masih sering terjadi dalam kompetisi tersebut.
Basket dan hip hop
Dalam kaitannya dengan olahraga, sebenarnya jiwa hip hop itu masuk ke jenis olahraga apa saja. Seperti kata Afrika Bambaata, -salah satu pionir budaya hip hop-, “Hip Hop means the whole culture of the movement”. Akan tetapi, basket mungkin dianggap sebagai jenis olahraga yang paling berkembang sebagai bentuk pengekspresian hip hoper tersebut. Alasannya, basket nggak perlu tempat yang luas seperti football atau baseball. Basket juga tidak perlu menyediakan peralatan yang banyak dan mahal seperti tenis atau golf. Olahraga ini bahkan bisa dimainkan di jalanan, tempat nongkrong anak-anak muda Bronx ini.
Keterkaitan kuat antara basket dan hip hop dipacu oleh kondisi keduanya yang sama persis. Banyak sekali kesamaan yang dapat dilihat antara artis yang mengusung musik-musik hip hop dan atlet basket.
Kondisi masa kecil yang sama, misalnya sama-sama dibesarkan dalam lingkungan pemukiman Negro yang keras. Mereka harus berusaha dengan sungguh-sungguh, bahkan mungkin dengan sangat keras supaya bisa mewujudkan impiannya. Karena dibesarkan dalam kultur hip hop, tidak salah jika mereka membawa jiwa hip hop dalam berkarya. Termasuk juga sebagai atlet basket. Mereka turut membawa pengaruh hip hop dengan style yang unik, keramaian rapping, dan terkadang ditimpali dengan penampilan breakdance.
Sejak mengenal basketball, perkembangan orang kulit hitam yang sukses mulai meningkat. Kesuksesan Michael Jordan sebagai atlet basket yang terkenal dan kaya, mempengaruhi anak-anak muda lainnya untuk menekuni basket. Kurtis Blow juga menyadari fenomena perkembangan basketball pada komunitas orang kulit hitam.
2. Rasisme dalam Sepakbola.
Peilaku rasis dalam cabang olahraga sepak bola cenderung sempit. Dari beberapa kasus rasisme yang terjadi, kebanyakan hanya didominasi oleh berbagai macam hujatan terhadap pemain yang berkulit hitam, khususnya pemain dari keturunan Afrika. Kontribusi atlet kulit hitam dalam bidang olahraga di dunia cukup besar. Dalam cabang sepakbola, beberapa pemain bintang seperti Lilian Thuram, Wiliam Gallas, Patrick Vieira, dan Thiery Henry dari Perancis, S. W. Philips, Emile Heskey dari Inggris, serta pemain-pemain kulit hitam yang lain dapat dikatakan sebagai super talent. Mereka mempunyai talenta dan skill yang cukup tinggi dan dapat disejajarkan atau bahkan berada di atas rata-rata pemain dari kulit putih. Secara Fisiologis, fisik kaum kulit hitam jauh lebih kuat ketimbang kaum kulit putih.
Nasib olahragawan yang berkulit hitam, khususnya yang berasal dari Afrika memang mengenaskan. Berbagai macam praktek rasisme yang berupa cercaan dan hinaan selalu menimpa mereka. Praktek-praktek rasisme tidak terbatas dan melibatkan semua lapisan, baik suporter, pemain, wasit, pelatih maupun media yang selalu mengekspos setiap kejadian-kejadian dalam bidang olahraga.
Berikut ini adalah contoh-contoh praktek rasisme yang terjadi dalam olahraga sepakbola:
· Pelatih Timnas Spanyol yang berhasil membawa Spanyol merebut Piala Eropa 2008 yaitu Luis Aragones sering melontarkan kalimat-kalimat yang berbau rasis, seperti ungkapan ”Ayo lari seperti si hitam", "Jangan malas seperti kaum Gipsi". Akan tetapi ucapannya tersebut terekam oleh kamera dan oleh media setempat disiarkan secara nasional di Spanyol.
· Marc Andre Zoro, salah satu penyerang asal Afrika yang membela salah satu klub di liga Spanyol ini menjadi obyek rasisme dari suporter Inter Milan ketika kedua klub bertemu di Liga Champions Eropa.
· Samuel Eto'o, striker klub Barcelona asal Kamerun ini mendapat perlakuan rasis yang tidak semestinya ia terima. Saat Barcelona bertemu dengan Racing Santander dalam lanjutan Liga Spanyol, ketika Samuel Eto'o menguasai bola, suporter-suporter dari klub Racing Santander selalu menirukan suara monyet dengan maksud menghina dan mencerca Eto'o.
· Pada Oktober 2000 dalam sebuah pertandingan lanjutan Liga Champions Eropa antara klub Lazio dari Italia dan Arsenal dari Inggris, Sinisa Mihajlovic dari klub Lazio melakukan tindakan rasis dengan memaki Patrick Vieira pemain Arsenal dengan kata-kata "Monyet hitam".
· Pada World Cup 2006 di Jerman, praktek rasisme kembali terjadi. Kejadian ini menimpa maestro sepakbola dari Perancis yaitu Zinedine Zidane. Sundulan maut Zidane terhadap pemain belakang timnas Italia yaitu Marco Materrazzi yang mengharuskannya dikeluarkan dari lapangan dan gagal merebut piala dunia keduanya.. Menurut pengakuan dari Zidane, materazi telah mengejek dan menghina kakaknya sebagai seorang pelacur.
Beberapa contoh tersebut hanya merupakan sebagian kecil tentang praktek-praktek rasisme yang terjadi dalam sepakbola, masih banyak praktek-praktek rasisme yang menimpa pesepakbola yang berkulit hitam.
3. Rasisme-rasisme lain dalam beberapa aktivitas kehidupan.
Perilaku-perilaku rasisme juga akan terlihat dalam berbagai ajang kejuaraan, seperti perlombaan menyanyi, lomba melawak, lomba wajah, lomba dakwah, pemilihan Kepala Desa, pemilihan Bupati, pemilihan Gubernur, bahkan sampai pemilihan wakil-wakil rakyat sampai Presiden.
Melalui berbagai ajang tersebut, kata aku yang paling akan dengan jelas terlihat , misalnya: akulah yang paling merdu dan bagus suaranya, akulah yang paling lucu dan membuat penonton terhibur dan tertawa, akulah yang paling cantik atau tampan, akulah yang paling religius dan beriman, akulah yang paling bijaksana, akulah yang paling simpatik dan mengayomi, dan akulah yang paling adil dan dapat bertanggung jawab. Dari berbagai ajang tersebut, berbagai sikap sentimen kedaerahan maupun keagamaan merupakan senjata yang ampuh untuk diperjual-belikan. Dan ketika suatu keinginan harus diwujudkan, maka segala cara dihalalkan. Akan tetapi hal tersebut akan menimbulkan kesenjangan karena proses awalnya pun telah salah kaprah, maka hasilnya pun sulit diharapkan. Yang menang membusungkan dada, yang kalah memendam dendam.
Dari situlah rasisme terlihat. Rasisme berdiri tidak hanya dalam barisan yang kuat, akan tetapi rasisme juga tertanam dalam kaum yang lemah. Jika yang kuat menindas yang lemah karena mereka memiliki basis kekuasaan maka yang lemah akan melakukan perlawanan secara diam-diam. Jadi jelaslah bahwa rasisme ada di antara kita. Rasisme bukan hanya berputar pada masalah fisik. Rasisme tidak hanya mempersoalkan rambut brintik, kulit busik dan hitam, ataupun mata yang sipit.Rujukan:
Andriewongso.com. 2008. Bola Basket, sepakbolanina0108.blogspot.com.
CBN Portal. 2007. Rasisme, The Never Ending Story LifeStyle Tue. CBN Portalcyberman.cbn.net.id,
Djasepudin. 2007. Rasisme. suarapembaca.detik.com
Pragiwaksono, Pandji. 2006. Basketball is Life is Basketball . bandung.blogspot.com
RASISME DALAM LEMBAGA NEGARA: Sedikit Cerita Dari Uji Publik RUU Pornografi di Yogyakarta. tal4mbur4ng.blogspot.com. 2008.
Sejarah rasisme yang harus kita tentang dan kita hancurkan. Forsuckmemories.blog.friendster.com
www.jawapos.co.id. 2008 Ketika NBA Mendapatkan Nilai A karena Persamaan Hak dan Kesetaraan Golongan.